Site icon Pustaka Sekolah

Mengenal lebih jauh Web 1.0, Web 2.0 dan Web 3.0, Berikut Perbedaannya

Mengenal lebih jauh Web 1.0, Web 2.0 dan Web 3.0 – Perkembangan web kini menginjak ke generasi ke 3 yang penuh dengan visi yang futuristis. Sejauh ini kita sudah mengenal konsep web 1.0 dan web 2.0 dan mari lebih jauh untuk mengenal diantara ketiganya ini.

Web 1.0: Web Statis yang Hanya bisa dibaca

Web 1.0 adalah versi Internet paling awal yang dapat diakses oleh masyarakat. Web dikenal sebagai “World Wide Web” dimulai pertamakali sekitar tahun 1989, pada masa koneksi masih sangat terbatas dan komputernya belum secanggih saat ini. Web 1.0 berlangsung pada masa awal Internet, kira-kira hingga tahun 2005.

Web 1.0 ditandai dengan konten statis (bukan HTML dinamis), dengan data dan konten disajikan dari file statis (bukan database). Di Web 1.0, situs web tidak memiliki banyak interaktivitas. Kita hanya bisa membaca apa yang diterbitkan orang lain seperti majalah dan surat kabar digital. Karena kurangnya interaktivitas, Web 1.0 dikenal sebagai Web “read-only”.

Penggunaan pertama situs Web 1.0

Penggunaan Web paling awal ditujukan untuk berbagi data (kebanyakan ilmiah) antara berbagai organisasi penelitian yang tersebar di seluruh dunia. Situs web pertama yang ada adalah milik Pusat Penelitian Nuklir Eropa (CERN), lalu kemudian banyak situs berikutnya milik universitas dan lembaga penelitian. Web awal pada dasarnya adalah satu jaringan besar bagi para ilmuwan dan peneliti.

Pada pertengahan tahun 1993, Web baru terdiri dari lebih dari seratus situs web. Kemudian segalanya berkembang pesat. Pada akhir tahun 1993, ada 600+ situs web. Dan pada akhir tahun 1994, lebih dari 10.000. Ini menunjukan bahwa ada pengguna lain selain ilmuwan dan peneliti yang juga menggunakan Web.

Beberapa situs Web 1.0 besar pertama adalah perusahaan Teknologi yang beberapa layanan yang masih Kita gunakan hingga saat ini, berikut adalah daftarnya:

Pada tahun 1996, sudah ada lebih dari 200.000 situs web, dan booming dot-com sedang berlangsung. Namun, jika dibandingkan dengan standar saat ini, Web tersebut masih sangat sederhana. Sebagian besar situs web menyajikan informasi kepada pengguna yang ingin membacanya, itu saja tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Transisi dari Web 1.0 ke Web 2.0 terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan semakin majunya infrastruktur dan alat pengembangan Internet dan juga tidak terlepas dari semakin banyaknya orang yang mulai berkecimpung.

Web 2.0: Web yang Interaktif

Pada akhir tahun 90an, transisi ke Web 2.0 telah dimulai (walaupun fitur-fitur yang menjadi ciri Web 2.0 baru digunakan secara luas pada sekitar tahun 2004).

Perubahan dimulai ketika beberapa situs Web 1.0 memperkenalkan fitur “sosial”. eBay, misalnya, membuka halaman mereka untuk testimonial dan komentar, dan memberi pengguna kemampuan untuk “menilai” pembeli dan penjual.

Web 2.0 adalah Internet yang paling kita kenal saat ini. Ini adalah web yang berfungsi untuk banyak hal seperti media sosial, pembuatan situs web instan, situs portofolio, blog, dan forum. Web 2.0 pada dasarnya adalah semua platform tempat Kita dapat dengan mudah mengunggah konten dan kemudian dapat terlihat oleh orang lain. Ini juga berupa sebuah aplikasi, untuk segala hal mulai dari perbankan, pemesanan bahan makanan, hingga taksi online. Web 2.0 menggunakan HTML yang dinamis, dan kontennya disajikan dari sebuah database.

Selama sekitar dekade pertama Internet, Web 1.0 memungkinkan pengguna dapat terhubung dan membaca konten tetapi tidak lebih dari itu. Web 2.0 mendapatkan popularitas karena menandai pertama kalinya pengguna dapat membuat konten mereka sendiri. Karena alasan ini, Web 2.0 sering disebut Web “baca-tulis”, atau Web “sosial”.

Kelemahan Web 2.0: terlalu banyak sentralisasi dan tidak cukup privasi

Web 2.0 memungkinkan semua orang membuat konten, namun ini membuat perusahaan-perusahaan teknologi besar sibuk menjadikan Web sebagai ladang untuk mengeruk data pengguna. Web 2.0 memiliki dua masalah utama yaitu: kurangnya privasi data, dan terlalu banyaknya sentralisasi.

Perusahaan teknologi mendapatkan keuntungan dari data pengguna. Aplikasi Web 2.0 seringkali “gratis”, karena tidak ada biaya untuk menggunakan layanan ini. Namun perusahaan di balik aplikasi ini harus menghasilkan uang. Jadi, mereka kemudian “memonetisasi” penggunanya: Mereka mengumpulkan banyak data pribadi, dan mengambil keuntungan darinya dalam bentuk ruang iklan tertarget yang mereka jual kepada pengiklan online.

Sebagai contoh, jika Kita belanja online sepasang sepatu, maka Kita akan diikuti oleh iklan yang sangat akurat untuk sepatu yang sama di situs web lain, di feed berita, atau bahkan di sosial media Kita. Hal ini terjadi karena perilaku online Kita (seperti penelusuran, klik, dan pembelian) sering kali dicatat oleh situs dan aplikasi yang Kita gunakan.

Memahami Web3: Web yang terdesentralisasi

Saat ini Kita sedang menuju ke Web 3.0. Ini adalah web yang mengambil model “sosial” dari Web 2.0 dan mengubah struktur dasarnya agar lebih adil, publik, dan terdesentralisasi. Ini adalah infrastruktur jenis baru, cara baru untuk membangun hal-hal yang sudah biasa kita lakukan. Web3 masih memiliki hal-hal seperti media sosial, streaming video, dan aplikasi keuangan. Hanya saja “DApps” tersebut sekarang sudah terdesentralisasi.

Teknologi yang memungkinkan Web3

Web 3.0 mengandalkan teknologi seperti blockchain dan cryptocurrency. Dan memang, ide Web terdesentralisasi lahir dari jaringan blockchain dan mata uang kripto yang sukses. Jaringan Bitcoin yang diluncurkan pada tahun 2009, menandai pertama kalinya teknologi terdesentralisasi muncul menantang sistem keuangan konvensional.

Tujuan utama Bitcoin adalah berfungsi sebagai uang digital: cara menukar nilai, secara digital, tanpa perlu bank. Ini adalah konsep baru dan revolusioner. Dan meskipun masih belum sempurna, Bitcoin adalah jaringan blockchain pertama yang sukses, dan kekuatan teknologi diperlukan untuk mulai mendesentralisasikan semua jenis sistem lama.

Pada tahun 2015, jaringan Ethereum diluncurkan sebagai blockchain pertama yang dapat diprogram di dunia, memungkinkan pengembang untuk membangun situs web, aplikasi, dan layanan pada infrastruktur blockchain yang terdesentralisasi. Secara kasar, tahun 2015 menandai dimulainya transisi dari Web 2.0 ke Web3.

Titik balik ini menjadikan blockchain dapat melakukan lebih dari sekadar mengirim transaksi peer-to-peer; mereka dapat digunakan untuk meng-host hal-hal di Web yang biasanya bergantung pada server terpusat. Dan itulah cara kerja Web3: DApps dihosting di blockchain, bukan di server terpusat. Kehadiran web3 wallet menjadi sangat dibutuhkan. Web3 wallet adalah sebuah dompet digital yang bisa digunakan untuk menyimpan, membayar, atau berinteraksi dengan Dapps dan mengelola aset-aset crypto.

Ada banyak peluang dan kemungkinan yang terjadi dengan hadirnya web 3.0. Nah untuk itu tidak ada salahnya untuk belajar crypto mulai dari saat ini.

Untuk kamu yang ingin berinvestasi crypto secara mudah, download PINTU sekarang! PT Pintu Kemana Saja dengan brand PINTU merupakan platform jual beli dan investasi aset crypto di Indonesia. Aplikasi PINTU berfokus pada tampilan aplikasi yang intuitif, mudah digunakan, dengan konten edukasi in-app, terutama bagi investor crypto baru dan kasual.

Exit mobile version