Jepang menganggap bendera “matahari terbit” sebagai bagian dari sejarahnya. Tetapi beberapa Negara seperti Korea, Cina, dan negara-negara Asia lainnya mengatakan bahwa bendera itu adalah pengingat kekejaman masa perang Jepang, dan sebanding dengan lambang swastika Nazi.
Awal Mula
Ada dua bendera matahari terbit yang terkait dengan Jepang. Salah satunya adalah bendera nasional negara, yang disebut “nisshoki,” atau “hinomaru,” yang memiliki bentuk bulatan merah dengan latar belakang putih. Dan tidak ada yang bermasalah dengan bendera ini. Sementara bendera yang satunya memiliki bentuk bulatan merah, tetapi dikelilingi oleh 16 sinar merah yang memanjang ke luar. Disebut “kyokujitsuki,” bendera yang satu ini telah menyebabkan protes keras dari beberapa negara tetangga Jepang.
Kedua bendera telah digunakan selama berabad-abad. Namun perselisihan tentang bendera “matahari terbit” sudah ada sejak awal abad ke-20. Saat itulah angkatan laut kekaisaran Jepang menggunakannya sebagai bendera resminya. Saat itu jepang menjajah Semenanjung Korea dan menjadikannya Jepang Barat dan menginvasi atau menduduki Cina dan negara-negara Asia lainnya sampai kekalahan Perang Dunia II pada tahun 1945.
Saat ini bendera angkatan laut Jepang masih menggunakannya dalam versi yang sedikit dimodifikasi. Bendera ini juga saat ini digunakan oleh kaum ultra-kanan di Jepang selama demonstrasi atau campaign di media sosial.
Pembelaan Jepang
Pemerintah Jepang menekankan bahwa kedua bendera matahari terbit yang menggunakan matahari sebagai motif sudah digunakan di seluruh negeri bahkan sebelum masa perang. Bahkan saat ini, motif bendera matahari terbit dengan sinar matahari digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang, seperti untuk merayakan tangkapan besar oleh nelayan, melahirkan dan perayaan lainnya, kata pemerintah.
“Argumen bahwa itu adalah pernyataan politik atau simbol militerisme sama sekali tidak relevan. Saya yakin ada kesalahpahaman besar,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada 2013, ketika ia menjabat sebagai kepala sekretaris kabinet.
Negara Tetangga Jepang melihatnya secara berbeda.
Pada 2019, Korea Selatan secara resmi meminta Komite Olimpiade Internasional untuk melarang bendera di Olimpiade Tokyo. Seoul mengatakan bahwa bendera itu mengingatkan “bekas luka dan rasa sakit” orang-orang Asia yang mengalami agresi militer pada masa perang. Bendera ini disejajarkan dengan bagaimana lambang swastika “mengingatkan orang Eropa akan mimpi buruk Perang Dunia II.”
Media pemerintah Korea Utara, juga menuduh Jepang mencoba mengubah “bendera penjahat perang” menjadi simbol perdamaian di Olimpiade, dengan mengatakan bahwa itu adalah “penghinaan yang tidak dapat ditoleransi terhadap rakyat kami dan orang Asia lainnya.”
China juga sensitif terhadap pemerintah, individu, dan perusahaan Jepang. Namun, kemarahan resmi atas bendera ini telah sedikit berkurang, sementara persaingan politik, ekonomi dan budaya China dengan Amerika Serikat dan negara-negara demokrasi Eropa telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Hubungan antara Seoul dan Tokyo, keduanya sekutu AS, telah merenggang selama bertahun-tahun belakangan. Ini karena perselisihan mengenai sejarah dan perdagangan. Namun demikian, analis mengatakan perselisihan bendera tidak akan beranjak menjadi lebih serius seperti perang terbuka.